Senin, 15 Oktober 2012

teori dan model KEPERAWATAN MENURUT SISTER CALISTA ROY

KONSEP DASAR MODEL KEPERAWATAN DAN PROSES KEPERAWATAN MENURUT SISTER CALISTA ROY BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Keperawatan sebagai suatu profesi yang sampai saat ini masih dianggap profesi yang kurang eksis, kurang profesional, bahkan kurang menjanjikan dalam hal finansial. Oleh karena itu keperawatan harus berusaha keras untuk menunjukkan pada dunia luar, di luar dunia keperawatan bahwa keperawatan juga bisa sejajar dengan profesi profesi lain. Tugas ini akan terasa berat bila perawat-perawat Indonesia tidak menyadari bahwa eksistensi keperawatan hanya akan dapat dicapai dengan kerja keras perawat itu sendiri untuk menunjukkan profesionalismenya dalam memberikan pelayanan kesehatan terutama pelayanan keperawatan baik kepada individu, keluarga maupun masyarakat. Salah satu cara untuk menunjukkan eksistensi keperawatan adalah dengan mengembangkan salah satu model pelayanan keperawatan yang sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia. Model keperawatan Roy, dikenal dengan model adaptasi dimana Roy memandang setiap manusia pasti mempunyai potensi untuk dapat beradaptasi terhadap stimulus baik stimulus internal maupun eksternal dan kemampuan adaptasi ini dapat dilihat dari berbagai tingkatan usia. Aplikasi proses keperawatan menurut konsep teori Roy di Rumah Sakit telah banyak diterapkan namun sedikit sekali perawat yang mengetahui dan memahami bahwa tindakan keperawatan tersebut telah sesuai. Bahkan perawat melaksanakan asuhan keperawatan tanpa menyadari sebagian tindakan yang telah dilakukan pada klien adalah penerapan konsep teori Roy. Oleh karena itu, kelompok memandang perlu untuk mengetahui dan mengkaji lebih jauh tentang penerapan model keperawatan yang sesuai dengan teori Sister Callista Roy di lapangan atau rumah sakit, sehingga dapat diketahui apakah teori Roy dapat diaplikasikan dengan baik dalam pelayanan keperawatan/ asuhan keperawatan . B. TUJUAN 1. Tujuan Umum Mampu memahami konsep model keperawatan menurut Roy dalam manajemen Asuhan Keperawatan 2. Tujuan Khusus a. Memahami konsep model teori Roy b. Mampu menghubungkan model konsep Roy dengan proses keperawatan c. Mampu mengevaluasi/menilai proses keperawatan di RS dengan konsep Roy pada mode fisiologi sub kebutuhan cairan d. Mendapatkan gambaran kondisi pelaksanaan konsep Roy di RS pada mode fisiologis sub kebutuhan cairan BAB II KONSEP DASAR MODEL KEPERAWATAN DAN PROSES KEPERAWATAN MENURUT SISTER CALISTA ROY A. Pandangan Calista Roy tentang Keperawatan Keperawatan adalah sebagai ilmu pengetahuan melalui proses analisa dan tindakan yang berhubungan untuk merawat klien yang sakit atau yang kurang sehat.Sebagai ilmu pengetahuan keperawatan Metode yang digunakan adalah terapeutik, scientik dan knowledge dalam memberikan pelayanan yang esensial untuk meningkatkan dan mempengaruhi derajat kesehatan.Roy menggambarkan metode adaptasi dalam keperawatan : - Individu adalah makhluk biospikososial sebagai satu kesatuan yang utuh. Seseorang dikatakan sehat jika mampu berfungsi untuk memenuhi kebutuhan biologis, psikologis dan sosial. - Setiap orang selalu menggunakan koping baik yang bersifat positif maupun yang negatif untuk dapat beradaptasi. Kemampuan beradaptasi seseorang dipengaruhi oleh tiga komponen yaitu : Factor Penyebab utama terjadi perubahan Keyakinan dan kondisi dan situasi yang berbeda berespon terhadap pengalaman dalam beradaptasi. - Setiap individu kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan konsep diri yang positif, kemampuan untuk hidup mandiri/kemandirian, serta kebutuhan akan kemampuan melalui peran dan fungsi secara optimal untuk memelihara integritas diri. - Posisi individu pada rentang sehat sakit terus berubah, berhubungan erat dengan keefektifan koping yang dilakukan untuk memelihara kemampuan beradaptasi. - Roy berpendapat ada 2 metode koping yaitu : Regulator = memproses input secar sistematis melalui jalur saraf, kimia dan endokrin Cagnator = memproses input melalui cara kognitif seperti persepsi, proses informasi, belajar, keputusan dan emosi. - Individu adalah makhluk biopsikososial sebagai satu kesatuan yang utuh yang meiliki mekanisme koping untuk dapat beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Individu selalu berinteraksi secara konstan atau selalu beradaptif terhadap perubahan lingkungan. - Lingkungan adalah semua yang ada disekeliling kita dan berpengaruh terhadap perkembangan manusia. - Sehat adalah suatu keadaan proses dalam menjaga integritas dirio Peran perawat adalah membantu pasien beradaptasi terhadap perubahan yang ada.Menurut Roy, tindakan keperawatan ditujukan untuk meningkatkan adaptasi individu terhadap sehat dan penyakit. Keempat model adaptasi itu adalah : Model fisiologi : cairan dan elektrolit, sirkulasi dan oksigenasi, nutrisi dan eliminasi, proteksi, neurology dan endokrin. Model konsep diri : gambaran diri, ideal diri, moral diri. Model fungsi peran : kebutuhan akan integritas Model interdependen (kemandirian ) : hubungan seseorang dengan yang lain dan sumber system yang memberikan bantuan, kasih sayang dan perhatian. B. Konsep Dasar Model Keperawatan Sister Calista Roy Sister Calissta Roy yang lahir di Los Angeles pada tanggal 14 Oktober 1939, Roy mengembangkan ilmu dan filosofinya berdasarkan 3 asumsi dasar, yaitu : 1. Asumsi dari Teori Sistem a. System adalah seperangkat bagian yang saling berhubungan dari satu bagian ke bagian lain b. Sistem adalah bagian dari yang berfungsi bagian yang satu dengan yang lain saling ketergentungan c. Sistem mempunyai input, out put, control, proses dan umpan balik d. Input merupakan umpan balik yang juga disebut informasi e. Sistem kehidupan lebih kompleks dari system mekanik, mempunyai standard dan umpan balik langsung terhadap fungsinya. 2. Asumsi dari Teori Melson a. Perilaku manusia adalah hasil adaptasi dari lingkungan dan kekuatan organisme b. Perilaku adaptif adalah berfungsinya stimulus dan tingkatan adaptasi, yang dapat berpengaruh terhadap stimulus fokal, stimulus kontekstual, dan stimulus residual. c. Adaptasi adalah proses adanya respon positif terhadap perubahan lingkungan d. Respon merupakan refkleksi keadaan organisme terhadap stimulus 3. Asumsi dari Humanism a. Individu mempunyai kekuatan kreatif b. Perilaku individu mempunyai tujuan dan tidak selalu dalam lingkaran sebab akibat c. Manusia merupakan makhluk holistic d. Opini manusia dan nilai yang akan datang e. mobilisasi antar manusia bermakna C. Teori Adaptasi Sister Calista Roy Dalam asuhan keperawatan, menurut Roy (1984) sebagai penerima asuhan keperawatan adalah individu, keluarga, kelompok, masyarakat yang dipandang sebagai Holistic adaptif systemdalam segala aspek yang merupakan satu kesatuan. System adalah Suatu kesatuan yang di hubungkan karena fungsinya sebagai kesatuan untuk beberapa tujuan dan adanya saling ketergantungan dari setiap bagian-bagiannya. System terdiri dari proses input, autput, kontrol dan umpan balik ( Roy, 1991 ), dengan penjelasan sebagai berikut : 1. Input Roy mengidentifikasi bahwa input sebagai stimulus, merupakan kesatuan informasi, bahan-bahan atau energi dari lingkungan yang dapat menimbulkan respon, dimana dibagi dalam tiga tingkatan yaitu stimulus fokal, kontekstual dan stimulus residual. a. stimulus fokal yaitu stimulus yang langsung berhadapan dengan seseorang, efeknya segera, misalnya infeksi . b. stimulus kontekstual yaitu semua stimulus lain yang dialami seseorang baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi situasi dan dapat diobservasi, diukur dan secara subyektif dilaporkan. Rangsangan ini muncul secara bersamaan dimana dapat menimbulkan respon negatif pada stimulus fokal seperti anemia, isolasi sosial. c. stimulus residual yaitu ciri-ciri tambahan yang ada dan relevan dengan situasi yang ada tetapi sukar untuk diobservasi meliputi kepercayan, sikap, sifat individu berkembang sesuai pengalaman yang lalu, hal ini memberi proses belajar untuk toleransi. Misalnya pengalaman nyeri pada pinggang ada yang toleransi tetapi ada yang tidak. 2. Kontrol Proses kontrol seseorang menurut Roy adalah bentuk mekanisme koping yang di gunakan. Mekanisme kontrol ini dibagi atas regulator dan kognator yang merupakan subsistem. a) Subsistem regulator. b) Subsistem regulator mempunyai komponen-komponen : input-proses dan output. Input stimulus berupa internal atau eksternal. Transmiter regulator sistem adalah kimia, neural atau endokrin. Refleks otonom adalah respon neural dan brain sistem dan spinal cord yang diteruskan sebagai perilaku output dari regulator sistem. Banyak proses fisiologis yang dapat dinilai sebagai perilaku regulator subsistem. c) Subsistem kognator. d) stimulus untuk subsistem kognator dapat eksternal maupun internal. Perilaku output dari regulator subsistem dapat menjadi stimulus umpan balik untuk kognator subsistem. Kognator kontrol proses berhubungan dengan fungsi otak dalam memproses informasi, penilaian dan emosi. Persepsi atau proses informasi berhubungan dengan proses internal dalam memilih atensi, mencatat dan mengingat. Belajar berkorelasi dengan proses imitasi, reinforcement (penguatan) dan insight (pengertian yang mendalam). Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan adalah proses internal yang berhubungan dengan penilaian atau analisa. Emosi adalah proses pertahanan untuk mencari keringanan, mempergunakan penilaian dan kasih sayang. 3. Output. Output dari suatu sistem adalah perilaku yang dapt di amati, diukur atau secara subyektif dapat dilaporkan baik berasal dari dalam maupun dari luar . Perilaku ini merupakan umpan balik untuk sistem. Roy mengkategorikan output sistem sebagai respon yang adaptif atau respon yang tidak mal-adaptif. Respon yang adaptif dapat meningkatkan integritas seseorang yang secara keseluruhan dapat terlihat bila seseorang tersebut mampu melaksanakan tujuan yang berkenaan dengan kelangsungan hidup, perkembangan, reproduksi dan keunggulan. Sedangkan respon yang mal adaptif perilaku yang tidak mendukung tujuan ini. Roy telah menggunakan bentuk mekanisme koping untuk menjelaskan proses kontrol seseorang sebagai adaptif sistem. Beberapa mekanisme koping diwariskan atau diturunkan secara genetik (misal sel darah putih) sebagai sistem pertahanan terhadap bakteri yang menyerang tubuh. Mekanisme yang lain yang dapat dipelajari seperti penggunaan antiseptik untuk membersihkan luka. Roy memperkenalkan konsep ilmu Keperawatan yang unik yaitu mekanisme kontrol yang disebut Regulator dan Kognator dan mekanisme tersebut merupakan bagian sub sistem adaptasi. Dalam memelihara integritas seseorang, regulator dan kognator subsistem diperkirakan sering bekerja sama. Tingkat adaptasi seseorang sebagai sistem adaptasi dipengaruhi oleh perkembangan individu itu sendiri, dan penggunaan mekanisme koping. Penggunaan mekanisme koping yang maksimal mengembangkan tingkat adaptasi seseorang dan meningkatkan rentang stimulus agar dapat berespon secara positif. Untuk subsistem kognator, Roy tidak membatasi konsep proses kontrol, sehingga sangat terbuka untuk melakukan riset tentang proses kontrol dari subsitem kognator sebagai pengembangan dari konsep adaptasi Roy. Selanjutnya Roy mengembangkan proses internal seseorang sebagai sistem adaptasi dengan menetapkan sistem efektor, yaitu 4 mode adaptasi meliputi fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi. a. Model Fungsi Fisiologi Fungsi fisiologi berhubungan dengan struktur tubuh dan fungsinya. Roy mengidentifikasi sembilan kebutuhan dasar fisiologis yang harus dipenuhi untuk mempertahankan integritas, yang dibagi menjadi dua bagian, mode fungsi fisiologis tingkat dasar yang terdiri dari 5 kebutuhan dan fungsi fisiologis dengan proses yang kompleks terdiri dari 4 bagian yaitu : a. Oksigenasi : Kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan prosesnya, yaitu ventilasi, pertukaran gas dan transpor gas (Vairo,1984 dalam Roy 1991). b. Nutrisi : Mulai dari proses ingesti dan asimilasi makanan untuk mempertahankan fungsi, meningkatkan pertumbuhan dan mengganti jaringan yang injuri. (Servonsky, 1984 dalam Roy 1991). c. Eliminasi : Yaitu ekskresi hasil dari metabolisme dari instestinal dan ginjal. ( Servonsky, 1984 dalam Roy 1991) d. Aktivitas dan istirahat : Kebutuhan keseimbangan aktivitas fisik dan istirahat yang digunakan untuk mengoptimalkan fungsi fisiologis dalam memperbaiki dan memulihkan semua komponen-komponen tubuh. (Cho,1984 dalam Roy, 1991). e. Proteksi/ perlindungan : Sebagai dasar defens tubuh termasuk proses imunitas dan struktur integumen ( kulit, rambut dan kuku) dimana hal ini penting sebagai fungsi proteksi dari infeksi, trauma dan perubahan suhu. (Sato, 1984 dalam Roy 1991). f. The sense / perasaan : Penglihatan, pendengaran, perkataan, rasa dan bau memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungan . Sensasi nyeri penting dipertimbangkan dalam pengkajian perasaan.( Driscoll, 1984, dalam Roy, 1991). g. cairan dan elektrolit. : Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalamnya termasuk air, elektrolit, asam basa dalam seluler, ekstrasel dan fungsi sistemik. Sebaliknya inefektif fungsi sistem fisiologis dapat menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit. (Parly, 1984, dalam Roy 1991). h. Fungsi syaraf / neurologis : Hubungan-hubungan neurologis merupakan bagian integral dari regulator koping mekanisme seseorang. Mereka mempunyai fungsi untuk mengendalikan dan mengkoordinasi pergerakan tubuh, kesadaran dan proses emosi kognitif yang baik untuk mengatur aktivitas organ-organ tubuh (Robertson, 1984 dalam Roy, 1991). i. Fungsi endokrin : Aksi endokrin adalah pengeluaran horman sesuai dengan fungsi neurologis, untuk menyatukan dan mengkoordinasi fungsi tubuh. Aktivitas endokrin mempunyai peran yang signifikan dalam respon stress dan merupakan dari regulator koping mekanisme ( Howard & Valentine dalam Roy,1991). b. Model Konsep Diri Mode konsep diri berhubungan dengan psikososial dengan penekanan spesifik pada aspek psikososial dan spiritual manusia. Kebutuhan dari konsep diri ini berhubungan dengan integritas psikis antara lain persepsi, aktivitas mental dan ekspresi perasaan. Konsep diri menurut Roy terdiri dari dua komponen yaitu the physical self dan the personal self. 1. The physical self, yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya berhubungan dengan sensasi tubuhnya dan gambaran tubuhnya. Kesulitan pada area ini sering terlihat pada saat merasa kehilangan, seperti setelah operasi, amputasi atau hilang kemampuan seksualitas. 2. The personal self, yaitu berkaitan dengan konsistensi diri, ideal diri, moral- etik dan spiritual diri orang tersebut. Perasaan cemas, hilangnya kekuatan atau takut merupakan hal yang berat dalam area ini. c. Mode Fungsi Peran Mode fungsi peran mengenal pola pola interaksi sosial seseorang dalam hubungannya dengan orang lain, yang dicerminkan dalam peran primer, sekunder dan tersier. Fokusnya pada bagaimana seseorang dapat memerankan dirinya dimasyarakat sesuai kedudukannya . d. Mode Interdependensi Mode interdependensi adalah bagian akhir dari mode yang dijabarkan oleh Roy. Fokusnya adalah interaksi untuk saling memberi dan menerima cinta/ kasih sayang, perhatian dan saling menghargai. Interdependensi yaitu keseimbangan antara ketergantungan dan kemandirian dalam menerima sesuatu untuk dirinya. Ketergantungan ditunjukkan dengan kemampuan untuk afiliasi dengan orang lain. Kemandirian ditunjukkan oleh kemampuan berinisiatif untuk melakukan tindakan bagi dirinya. Interdependensi dapat dilihat dari keseimbangan antara dua nilai ekstrim, yaitu memberi dan menerima. D. Paradigma Keperawatan Menurut Sister Calista Roy Empat Elemen utama dari teori Roy adalah : 1) Manusia sebagai penerima asuhan keperawatan 2) Konsep lingkungan 3) Konsep sehat dan 4) Keperawatan. Dimana antara keempat elemen tersebut saling mempengaruhi satu sama lain karena merupakan suatu sistem. 1. Manusia Manusia merupakan fokus utama yang perlu diperhatikan karena manusialah yang menjadi penerima asuhan keperawatan, baik itu individu, keluarga, kelompok maupun masyarakat, yang dipandang sebagai Holistic Adaptif System. Dimana Holistic Adaptif System ini merupakan perpaduan antara konsep sistem dan konsep adaptasi. a. Konsep Sistem Roy memandang manusia sebagai mahluk holistik yang dalam sistem kehidupannya akan selalu berinteraksi dengan lingkungannya, dimana diantara keduanya akan terjadi pertukaran informasi, matter dan energi. Adapun karakteristik sistem menurut Roy adalah input, output, kontrol dan feed back b. Konsep Adaptasi Manusia sebagai suatu sistem terbuka, yang terdiri dari input berupa stimulus dan tingkatan adaptasi, output berupa respon perilaku yang dapat menyediakan feed back/ umpan balik dan proses kontrol yang diketahui sebagai mekanisme koping (Roy and Andrew, 1991 dalam Nursing Theory ; 254) Output dalam sistem adaptasi ini berupa respon perilaku individu yang dapat dikaji oleh perawat baik secara objektif maupun subjektif. Respon perilaku ini dapat menjadi umpan balik bagi individu maupun lingkungannya. Roy mengkategorikan output dari sistem adaptasi ini berupa respon adaptif dan respon inefektif. Respon adaptif dapat meningkatkan integritas individu sedangkan respon inefektif tidak dapat mendukung untuk pencapaian tujuan perawatan individu. Roy menggunakan istilah mekanisme koping untuk menggambarkan proses kontrol individu dalam sistem adaptasi ini. Beberapa koping ada yang bersifat genetik seperti : WBC (sel darah putih) sebagai benteng pertahanan tubuh terhadap adanya kuman, sedangkan beberapa koping lainnya ada yang merupakan hasil belajar seperti : menggunakan antiseptik untuk membersihkan luka. Dalam mekanisme kontrol ini, Roy menyebutnya dengan istilah Regulator dan Cognator. Transmitter dari sistem regulator berupa kimia, neural atau sistem saraf dan endokrin, yang dapat berespon secara otomatis terhadap adanya perubahan pada diri individu. Respon dari sistem regulator ini dapat memberikan umpanbalik terhadap sistem cognator. Proses kontrol cognator ini sangat berhubungan dengan fungsi otak dalam hal fungsi persepsi atau memproses informasi, pengambilan keputusan dan emosi. 2. Lingkungan stimulus yang berasal dari individu dan sekitar individu merupakan elemen dari lingkungan, menurut Roy. Lingkungan didefinisikan oleh Roy adalah Semua kondisi, keadaan dan pengaruh-pengaruh disekitar individu yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku individu dan kelompok (Roy and Adrews, 1991 dalam Nursing Theory : 260) . Dalam hal ini Roy menekankan agar lingkungan dapat didesign untuk meningkatkan kemampuan adaptasi individu atau meminimalkan resiko yang akan terjadi pada individu terhadap adanya perubahan. 3. Sehat Roy mendefinisikan sehat adalah A State and a process of being and becoming an integrated and whole person (Roy and Adrews, 1991 dalam Nursing Theory : 261). Integritas individu dapat ditunjukkan dengan kemampuan untuk mempertahankan diri, tumbuh, reproduksi dan mastery. Asuhan keperawatan berdasarkan model Roy bertujuan untuk meningkatkan kesehatan individu dengan cara meningkatkan respon adaptifnya. 4. Keperawatan Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa tujuan keperawatan menurut Roy adalah meningkatkan respon adaptif individu dan menurunkan respon inefektif individu, dalam kondisi sakit maupun sehat. Selain meningkatkan kesehatan di semua proses kehidupan, keperawatan juga bertujuan untuk mengantarkan individu meninggal dengan damai. Untuk mencapai tujuan tersebut, perawat harus dapat mengatur stimulus fokal, kontekstual dan residual yang ada pada individu, dengan lebih menitikberatkan pada stimulus fokal, yang merupakan stimulus tertinggi. E. PROSES KEPERAWATAN MENURUT TEORI ROY Menurut Roy elemen dari proses keperawatan meliputi pengkajian tingkat pertama dan kedua, diagnosa keperawatan, penentuan tujuan, intervensi dan evaluasi. Fokus dari model ini adalah adaptasi dan tujuan pengkajian adalah mengidentifikasi tingkah laku yang aktual dan potensial apakah memperlihatkan maladaptif dan mengidentifikasi stimulus atau penyebab perilaku maladaptif. Empat mode adaptasi dapat digunakan sebagi dasar kerangka kerja untuk pedoman pengkajian. Mode ini juga meliputi psikologis, konsep diri, fungsi peran dan model interdependensi. Roy merekomendasikan pengkajian dibagi menjadi dua bagian, yaitu pengkajian tahap dan pengkajian tahap II. 1. Tahap I : Pengkajian perilaku Ini merupakan tahap proses keperawatan yang bertujuan mengumpulkan data dan memutuskan klien adaptif atau maladaptif. Termasuk dalam model ini adalah kebutuhan dasar manusia apakah dapat dipengaruhi oleh kekurangan atau kelebihan. misalnya terlalu sedikit oksigen , terlalu tinggi gula darah atau terlalu banyak ketergantungan. Perawat menggunakan wawancara, observasi dan pengukuran untuk mengkaji perilaku klien sekarang pada setiap mode. Berdasarkan pengkajian ini perawat menganalisis apakah perilaku ini adaptif, maladaptif atau potensial maladaptif. 2. Tahap II : Pengkajian faktor faktor yang berpengaruh Pada tahap ini termasuk pengkajian stimuli yang signifikan terhadap perubahan perilaku seseorang yaitu stimuli focal, kontekstual dan residual. a. Identifikasi stimuli focal Stimuli focal merupakan perubahan perilaku yang dapat diobservasi. Perawat dapat melakukan pengkajian dengan menggunakan pengkajian perilaku yaitu: keterampilan melakukan observasi, melakukan pengukuran dan interview. b. Identifikasi stimuli kontekstual Stimuli kontekstual ini berkontribusi terhadap penyebab terjadinya perilaku atau presipitasi oleh stimulus focal. Sebagai contoh anak yang di rawat dirumah sakit mempunyai peran perilaku yang inefektif yaitu tidak belajar. Focal stimulus yang dapat diidentifikasi adalah adanya fakta bahwa anak kehilangan skedul sekolah. stimulus kontekstual yang dapat diidentifikasi adalah secara internal faktor anak menderita sakit dan faktor eksternalnya adalah anak terisolasi. Stimulasi kontekstual dapat diidentifikasi oleh perawat melalui observasi, pengukuran, interview dan validasi. Menurut Martinez, 1976 dalam Roy 1989, faktor kontekstual yang mempengaruhi mode adaptif adalah genetic, sex, tahap perkembangan, obat, alkohol, tembakau, konsep diri, peran fungsi, interdependensi, pola interaksi sosial, koping mekanisme, stress emosi dan fisik religi, dan lingkungan fisik. c. Identifikasi stimuli residual Pada tahap ini yang mempengaruhi adalah pengalaman masa lalu. Helson dalam Roy, 1989 menjelaskan bahwa beberapa faktor dari pengalaman lalu relevan dalam menjelaskan bagaimana keadaan saat ini. Sikap, budaya, karakter adalah faktor residual yang sulit diukur dan memberikan efek pada situasi sekarang. 3. Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan menurut teori adaptasi Roy didefinisikan sebagai suatu hasil dari proses pengambilan keputusan berhubungan dengan kurang mampunya adaptasi. Diagnosa keperawatan dirumuskan dengan mengobservasi tingkah laku klien terhadap pengaruh lingkungan. Menurut Roy (1991) ada 3 metode dalam membuat diagnosa keperawatan : a. Menggunakan 4 (empat) model adaptif, yaitu fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependen 1. Oksigenasi - Hipoksia/shock - Kerusakan ventilasi - Ketidakadequat pertukaran gas - Perubahan perfusi jaringan - Ketidakmampuan dlm proses kompensasi pada perubahan kebutuhan oksigen 2. Nutrisi - Nutrisi kurang / lebih dari kebutuhan tubuh Anoreksia - Nausea / Vomiting - Ketidak efektifan strategi koping thd penurunan ingestik 3. Eliminasi - D i a r e - Inkontinensia - Konstipasi - Retensi urine - Ketidakefektifan strategi koping thp penurunan fungsi eliminasi. 4. Aktifitas dan istirahat - Ketidak adequate aktifitas & istirahat - Keterbatasan mobilitas & Koordinasi - Intoleransi aktifitas - Immobilisasi - Sleep deprivation - Resiko gangguan pola tidur - Kelelahan (Fatigue) 5. Proteksi - Gatal-gatal - Infeksi - Ketidak efektifan koping thd perubahan status imun - Kulit Kering 6. Sense - Resiko injuri - Kehilangan kemampuan self-care - Resiko distorsi komunikasi - Stigma - Sensori monoton / distorsi - Nyeri akut - Gangg. Persepsi - Koping tak efektif thd perubahan sensori 7. cairan dan elektrolit - D e h i d r a s i - Udem - Retensi cairan intra sel - Hyper/Hypo Kalsemia, kalemia, Natrium - Ketidakseimbngan asam-basa - Ketidakefektifan regulasi system Bufer pda perub. pH. 8. Fungsi neurologi - Penurunan tingkat kesadaran - Pengurangan fungsi memori (daya ingat) - Konpensasi tak efektif pd penurunan fgs. kognitif Resiko terjadi kerusakan otak sekunder 9. Fungsi endokrin - Ketidakefektifan regulasi/pengaturan hormon yg direfleksikan dlm fatigue, iritabilitas dan intoleransi pd panas - Ktdk efektifan perkembangan reproduksi - Ktdk stabilan system hormon - Ktdk stabilan siklus internal stress. F. SELF KONSEP MODE 1. Physical Self - Gangguan body image - Disfungsi seksual - Kehilangan - Rape Trauma syndrome 2. Personal self - Ansietas - Ketidak berdayaan - Perasaan bersalah - Harga diri rendah G. ROLE FUNCTION MODE - Transisi Peran - Konflik Peran - Gangguan / Kehilangan Peran H. INTERDEPENDENSI 1. Cemas karena perpisahan 2. Mengobservasi respon klien yang paling menonjol pada satu mode adaptif, misalnya ; mode fisisiologis sub kebutuhan cairan. Contoh kasus untuk diare intake : 1200 ml, out put : 3500 ml, keluhan haus (+), turgor tidak elastis, kelopak mata tampak cekung. Dari respon pasien tersbut dapat disimpulkan bahwa diagosa keperawatan pasien menurut Roy adalah defisit volume cairan. 3. Menyimpulkan respon klien dari satu atau lebih dari mode adaptif yang terkait dengan stimulus yang sama. Misalnya mode yang terganggu adalah : mode fisiologis, konsep diri dan interdependensi. Contoh kasus ; klien mengeluh tidak mau makan, makan hanya habis porsi, BB turun 2 Kg dari normal. Dari data tersebut klien mengalami gangguan kebutuhan nutrisi : nutrisi kurang dari kebutuhan (mode fisiologis). Karena klien kekurangan nutrisi mengakibatkan posturnya tampak kurus, hal ini membuat klien mengalami gangguan Body Image ( Mode Konsep diri ), kondisi ini juga mengakibatkan klien tidak dapat memenuhi kebutuhannya sehari-hari ( Mode Interdependensi ) 4. Penentuan tujuan Roy (1984) menyampaikan bahwa secara umum tujuan pada intervensi keperawatan adalah untuk mempertahankan dan mempertinggi perilaku adaptif dan mengubah perilaku inefektif menjadi adaptif. Penentuan tujuan dibagi atas tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang yang akan dicapai meliputi : Hidup, tumbuh, reproduksi dan kekeuasaan. Tujuan jangka pendek meliputi tercapainya tingkah laku yang diharapkan setelah dilakukan manipulasi terhadap stimulus focal, konteksual dan residual. 5. Intervensi Intervensi keperawatan dilakukan dengan tujuan , mengubah atau memanipulasi stimulus fokal, kontekstual dan residual, juga difokuskan pada koping individu atau zona adaptasi, sehingga seluruh rangsang sesuai dengan kemampuan individu untuk beradaptasi. Tindakan keperawatan berusaha membantu stimulus menuju perilaku adaptif. Hal ini menekankan kembali pentingnya mengidentifikasi penyebab selama pengkajian tahap II. 6. Evaluasi Evaluasi merupakan penilaian efektifitas terhadap intervensi keperawatan sehubungan dengan tingkah laku pasien. Perawat harus mengkaji tingkah laku pasien setelah diimplementasi. Intervensi keperawatan dinilai efektif jika tingkah laku pasien sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. BAB III CONTOH KASUS Kasus Klien Ny. Z, usia 21 tahun bertempat tinggal Jl. Hos Cokroaminoto No. 31 Simpang Kawat, klien masuk rumah sakit tanggal 13 April 2008 dirawat baru pertama kalinya dengan keluhan sering mendengar suara mantan suaminya, klien merasa pusing, stres karena ditinggalkan oleh suaminya, klien mengurung diri dalam kamar dalam waktu yang alam dan sering duduk sendirian. Keluarga merasa tidak mampu untuk merawatnya dan akhirnya dibawa ke RSJ dengan alasan mau diajak jalan-jalan. Dari hasil observasi didapat data tentang klien yaitu rambut kurang rapi, baju diganti 1x sehari, klien mengatakan sering mendengar suara ejekan jika mendengar suara ejekan ejekan itu, klien merasa tidak tenang dan resah dan klien tidak tenang dan kadang gelisah. A. Pengkajian 1. Identitas Klien Inisial : Ny. Z Agama : Islam Umur : 21 Tahun Status : Menikah Jenis kelamin : Perempuan Ruang : Teta Tgl. Masuk RS : 13 Maret 2007 Dx. Medis : Kehilangan Alamat : Jl. Hos Cokroaminoto No. 31 Simpang Kawat 2. Alasan Masuk Klien masuk RSJ diantar oleh keluarga dikarenakan klien sering menangis dan ketawa tanpa alasan, ngoceh ngoceh, saat dilakukan pengkajian klien masih sering menangis dan tertawa sendiri. 3. Faktor Prodisposisi Sebelumnya klien tidak pernah mengalami gangguan jiwa, pengalaman masa lalu yang menyenangkan berkumpul dengan orangtua, karena klien bisa berbagi cerita. 4. Pemeriksaan Fisik TD : 120/70 mmHg Nadi : 80 x/menit Suhu : 370C RR : 22 x/menit 5. Psikososial Keterangan : : Laki laki : Perempuan : Klien : Meninggal Klien anak ke-2 dari 2 bersaudara, klien satu rumah dengan ayah dan kakaknya, suami klien baru meninggal beberapa bulan yang lalu. 6. Konsep Diri - Citra Tubuh : klien menyatakan bahwa dia senang dengan semua bagian tubuhnya. - Identitas : klien merasa puas menjadi perempuan - Peran : klien saat dirumah berperan sebagai anak bungsu - Ideal diri : klien mengatakan jika ia sudah sembuh akan pulang dan berkumpul dengan ayah dan kakaknya - Harga diri : klien menganggap dirinya tidak berharga dikarenakan kurang perhatian ayah dan kakaknya sebab suami klien sudah meninggal. - Masalah keperawatan : perubahan konsep diri, berduka. 7. Hubungan Sosial - Klien mengatakan suaminya adalah orang yang berarti - Klien jarang terlibat dalam kegiatan sosial - Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : klien lebih senang didatangi teman dari pada mendatangi teman Masalah keperawatan : proses berduka : kematian suami 8. Spritual Klien mengatakan : saya beragama islam dan percaya bahwa Allah ada, setelah di RSJ kegiatan ibadah klien kurang. 9. Status Mental a. Penampilan Penampilan klien tidak rapi, cara berpakaian klien seperti biasa, klien mengatakan mandi 2x/hari, pakaian bersih, kulit ada bercak hitam, gigi dan rambut kotor. Masalah keperawatan : defisit perawatan diri. b. Pembicaraan Dalam pembciaraan terkadang kasar, cepat dan kurang jelas, kontak mata baik selama wawancara. c. Aktifitas motorik Klien dapat beraktifitas sesuai kemampuan yang dimilikinya. d. Alam Perasaan Klien terkadang sedih karena ingat suaminya, klien ingin cepat pulang dan berkumpul lagi seperti dulu. e. Efek Efek sesuai ekpresi wajah sedih f. Interaksi selama wawancara Selama wawancara, klien banyak menunduk, walaupun terkadang klien menatap perawat dan memperhatikan apa yang disampaikan perawat. g. Persepsi Klien tidak pernah mengalami halusinasi, klien mampu mengingat kejadian masa lalu seperti melalui hari hari bahagia bersama keluarganya. 10. Mekanisme Koping Mekanisme koping yang sering pada klien kehilangan adalah denieal, represi, intelektualisasi, regresi, disosiasi, supresi dan proyeksi yang digunakan untuk menghindari intensitas stress yang dirasakan sangat menyakitkan. 11. Masalah Psikososial dan Lingkungan Klien kurang bersosialisasi dengan kelompok dan sering berdiam diri, klien jarang dijenguk oleh keluarga, klien kurang mau berhubungan dengan lingkungan. 12. Pengetahuan kurang tentang kejiwaan Klien dan keluarga yang lainnya kurang pengetahuan dalam hal tentang kejiwaan, penyebab akibat dan pengobatannya, klien selalu memendam perasaan. 13. Aspek Medik - Terapi medik : CPZ 100 mg 3 x 1 THP 2 mg 3 x 1 Ledomer 2 mg 3 x 1 14. Masalah keperawatan - Perubahan konsep diri / berduka - Proses berduka, kematian suami, kehilangan - Depisit perawatan diri - Tidak efektifnya koping individu - Tidak efektifnya koping keluarga - Tidak efektifnya penatalaksanaan terapeutik B. Pohon Masalah C. Diagnosa Keperawatan 1. Berduka berhubungan dengan defresi kehilangan : kematian suami 2. Defresi kehilangan : kematian suami berhubungan koping individu tidak efektif 3. Tidak efektifnya penatalaksanaan terapeutik berhubungan dengan koping keluarga tidak efektif 4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kurangnya motifasi. D. Rencana Tindakan Keperawatan 1. DX. I Tujuan Umum : Agar individu berperan aktif melalui proses berduka secara tuntas. Tujuan Khusus 1 : Bina dan tingkatkan hubungan saling percaya. Intervensi : 1. Bila dan tingkatkan hubungan saling percaya - Sapa klien dengan ramah baik verbal, maupun non verbal - Perkenalkan diri dengan sopan - Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai - Mendengarkan pembicaraan klien - Memberi dorongan agar pasien mau mengungkapkan perasaannya - Menjawab pertanyaan klien secara langsung - Jujur dan menepati janji - Menunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya Rasionalisasi : Hubungan saling percaya adalah hubungan terpadu yang mendukung klien dalam mengatasi perasaan kehilangan. Tujuan Khusus 2 : Identifikasi kemungkinan faktor yang menghambat proses berduka. Intervensi : - Bersama klien mendiskusikan hubungan klien dengan orang atau objek yang pergi atau hilang - Menggali pola hubungan klien dengan orang yang berarti. Rasionalisasi : Agar dapat membantu klien mengurangi atau menghilangkan faktor penghambat tersebut. Tujuan Khusus 3 : Kurangi atau hilangkan faktor penghambat proses berduka. Intervensi : - Bersama klien mengidentifikasi cara mengatasi perasaan berduka dimasa lalu - Menilai cara yang efektif dan tidak efektif - Memperkuat dukungan serta kekuatan yang dimulai pasien dan keluarga - Mengidentifikasi dan menghargai sosial budaya, agama, serta kepercayaan yang dianut oleh klien, keluarga dalam mengatasi perasaan berduka. Rasionalisasi : Semakin kecil faktor penghambat dan semakin banyak faktor pendukung, maka semakin mudah klien melalui fase berduka. Tujuan Khusus 4 : Beri dukungan terhadap respon kehilangan klien. Intervensi : - Menjelaskan kepada klien atau keluarga bahwa sikap menghargai, marah, defresi dan menerima adalah wajar dalam menghadapi kehilangan - Memberi gambaran tentang cara mengungkapkan perasaan yang diterima. Rasionalisasi : Klien sering takut khawatir terhadap reaksinya dalam menghadapi kehilangan. Tujuan Khusus 5 : Tingkatkanya rasa kebersamaan antara anggota keluarga Intervensi : - Menguatkan dukungan keluarga atau orang yang berarti - Mendorong klien agar mau menggali perasaannya bersama anggota keluarga klien - Mengidentifikasi dari masing masing anggota keluarga - Menjelaskan manfat hubungan dengan orang lain - Mendorong keluarga untuk saling mengevaluasi perasaannya dan mendukung evaluasi.

Kamis, 04 Oktober 2012

Kenali Hipertensi Sejak Dini


Gejala hipertensi termasuk sulit untuk dideteksi tak heran penyakit dikenal pula dengan the silent killer, bahkan menurut data dari WHO hanya sekitar 10% dari seluruh penderita hipertensi yang diketahui penyebabnya sedangkan 90% lainnya tidak diketahui asal muasalnya. Pada umumnya hipertensi ditandai dengan peningkatan resistensi aliran darah ke seluruh tubuh. Data dari American Heart Association (AHA) menunjukkan bahwa di Amerika 74,5 juta jiwa penduduk dengan usia di atas 20 tahun yang mengidap hipertensi.

Untuk itu kita harus mengetahui tanda-tanda pada tubuh kita akan datangnya hipertensi meskipun tanda sekecil apapun itu perlu kita waspadai mengingat bahaya yang ditimbulkan akibat komplikasi hipertensi. Dan berikut ini adalah beberapa tanda yang perlu anda waspadi jika muncul pada tubuh anda.

Pembesaran ventrikel kiri. Ventrikel kiri adalah ruang jantung yang memiliki tanggung jawab untuk memompa darah keseluruh tubuh. Seorang yang ventrikel kirinya membesar maka kemungkinan besar orang tersebut menderita hipertensi, atau sebaliknya. Hal ini disebabkan karena saat hipertensi, kerja jantung dipaksa untuk bekerja keras sehingga menyebabkan rongga jantung kiri membesar dan kaku yang biasa disebut dengan kondisi hipertrofi ventrikel kiri.

Funsi arteri menurun. Fungsi arteri yang menurun dan berubahnya struktur pembuluh darah merupakan salah satu gejala hipertensi. Hal ini membuat gejala dan tanda-tanda hipertensi sulit terdeteksi sejak dini, disebut juga dengan arteriosklerosis.

Namun gejala-gejala di atas tentu saja hanya bisa dilihat oleh ahli medis atau dokter, kita sebagai orang awam tidak pernah mengetahui apakah ventrikel kiri kita membesar atau tidak. Namun sebagai orang awam kita dapat melihat perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh maupun kondisi kesehatan kita seperti misalnya pusing atau sakit kepala, sering gelisah, wajah merah, tengkuk terasa pegal, mudah marah, telinga berdenggung, susah tidur, sesak napas, mudah lelah, mata berkunang-kunang, dan mimisan. Tanda-tanda tersebut bisa saja terjadi pada orang yang bukan penderita hipertensi, namun sebaiknya jika anda mengalami hal-hal di atas segera periksakan ke dokter agar sejak dini mengetahui penyakit apa yang sedang menyerang anda sehingga anda tidak terlambat untuk menanganinya.

Pandangan menjadi kabur juga merupakan salah satu dari gejala hipertensi yang bisa kita kenali. Hal ini terjadi karena hipertensi dapat menyebabkan kerusakan pada otak, mata, jantung, dan ginjal. Bahkan pada kondisi yang parah, hipertensi dapat menyebabkan koma karena pembengkakan pada otak atau disebut dengan ensefalopati.

Sebaiknya anda selalu melakukan cek up tekanan darah secara berkala. Jika tidak ingin menghabiskan banyak uang dan waktu untuk pergi ke dokter hanya untuk cek tekanan darah, anda bisa membeli sendiri alatnya di apotek dengan harga sekitar Rp300rb-400rb-an. Anda bisa membeli yang tipe otomatis yang memang diperuntukkan penggunakannya bagi orang awam.

Penyakit yang masuk dalam daftar silent killer ini tidak mengenal batas usia, semua orang di semua usia mempunyai peluang untuk terjangkit penyakit ini. Untuk itu mendeteksi gejala-gejala hipertensi sejak dini sangat kita perlukan.

Demikian artikel tentang ciri-ciri dan tanda-tanda munculnya hipertensi ini semoga dapat bermanfaat untuk kita semua. Mohon jika ada yang salah untuk dikoreksi, atau jika ingin menambahkan silahkan melalui kolom komentar.

 

Sabtu, 28 April 2012

Asma Pada Anak

Asma adalah gangguan yang disebabkan oleh peradangan pada saluran nafas (disebut bronkus) yang mengarah ke paru-paru. Peradangan ini menyebabkan saluran nafas menjadi mengencang dan menyempit, sehingga menghambat aliran udara ke dalam paru-paru, dan menyebabkan penderita sulit untuk bernapas. Gejalanya meliputi mengi, sesak napas, sesak dada, dan batuk terutama pada malam hari atau setelah latihan / kegiatan. 

Peradangan membuat saluran nafas menjadi sangat sensitif, terutama ketika paru-paru terkena paparan seperti infeksi virus, alergen, udara dingin, paparan asap, dan berolahraga. Hal-hal yang memicu asma berbeda dari orang ke orang. Beberapa pemicu yang sering menimbulkan serangan asma adalah latihan/ olahraga, alergi, infeksi virus, dan asap. Ketika seseorang dengan asma terkena pemicu, saluran udara mereka yang sensitif menjadi meradang, membengkak, dan berisi dengan lendir. Selain itu, otot-otot yang melapisi saluran udara bengkak mengencang dan menyempit, atau bisa juga sampai memblokir. Sehingga serangan asma pun bisa lebih berat.

Jadi asma timbul dengan disebabkan oleh tiga perubahan penting dalam saluran napas yang membuat bernapas menjadi lebih sulit:
  • Radang saluran napas
  • Produksi lendir yang berlebih yang menyebabkan jualan nafas terhalangi
  • Saluran udara menyempit atau bronkokonstriksi 
Siapapun dapat memiliki asma, termasuk bayi, anak dan remaja. Terjadinya penyakit asma pada seseorang sering diwariskan, dengan kata lain, asma dapat lebih sering terjadi pada keluarga tertentu. Selain itu, faktor lingkungan tertentu, seperti infeksi virus khusus infeksi virus pernapasan atau rhinovirus, dapat membawa timbulnya asma. 

Kejadian asma pada anak meningkat dua kali lipat pada anak-anak yang dititipkan pada tempat penitipan anak (day-care) pada tahun pertama kehidupan mereka, dibandingkan dengan anak yang tidak dititipkan pada tempat penitipan anak. Faktor lingkungan lainnya, seperti terpapar asap, alergen, emisi mobil, dan polusi lingkungan, telah dihubungkan dengan asma.


Apa yang membuat seorang anak lebih mungkin terserang asma?

Ada banyak faktor risiko untuk terjadinya asma pada anak, diantaranya :
  • Adanya alergi
  • Keluarga riwayat asma dan / atau alergi
  • Sering infeksi pernapasan
  • Berat Badan lahir rendah
  • Paparan asap rokok sebelum dan / atau setelah lahir
  • Jenis kelamin laki-laki
  • Dibesarkan dalam lingkungan berpenghasilan rendah

Mengapa anak-anak lebih rentan untuk menderita penyakit asma?
Tidak ada yang tahu mengapa anak-anak semakin banyak yang menderita penyakit asma. Beberapa ahli menyatakan bahwa anak-anak yang terkena alergen yang terus menerus dan berlebih seperti debu, polusi udara, dan perokok pasif bisa meningkatkan terjadinya/ pemicu asma pada anak. Lainnya menduga bahwa anak-anak yang tidak terkena penyakit anak-anak yang cukup pada mereka untuk membangun sistem kekebalan tubuh mereka.Tampaknya gangguan dari sistem kekebalan tubuh di mana tubuh gagal untuk membuat antibodi protektif cukup mungkin memainkan peran dalam menyebabkan asma.

Dan yang lain menunjukkan bahwa tingkat penurunan menyusui telah mencegah zat penting dari sistem kekebalan tubuh dari ibu yang diteruskan kepada bayi.

Bagaimana saya bisa tahu jika anak saya menderita asma?
Tanda dan gejala yang sering timbul :
  • Sering batuk, yang mungkin terjadi selama bermain, di malam hari, atau saat tertawa. 
  • Kurang energi saat bermain
  • Nafas Cepat
  • Keluhan sesak dada atau sakit dada
  • Suara mengi saat bernapas
  • Gerakan gergaji (retraksi) di dada pada saat sesak nafas
  • Sesak napas, susah bernafas
  • Memperketat otot-otot leher dan dada
  • Perasaan kelemahan atau kelelahan
  • Lingkaran gelap di bawah mata
  • Sering sakit kepala
  • Kehilangan nafsu makan
Perlu diingat bahwa tidak semua anak memiliki gejala asma yang sama, dan gejala ini dapat bervariasi dari episode asma untuk episode berikutnya pada anak yang sama. Juga dicatat bahwa tidak semua mengi atau batuk disebabkan oleh asma.

Pada anak-anak di bawah usia 5 tahun, penyebab paling umum dari asma seperti gejala atas infeksi virus pernapasan seperti flu biasa .

Jika anak Anda memiliki masalah pernapasan, bawa dia ke dokter segera untuk evaluasi.


Senin, 02 April 2012

Keunggulan Obat Herbal

Saat ini di seluruh dunia manusia semakin sadar akan pentingnya kembali ke alam untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Alam dari dulu sebenarnya telah menyediakan berbagai macam obat yang selama ribuan tahun dimanfaatkan manusia secara turun-temurun. Manusia modern-lah yang kemudian cenderung mengabaikan anugerah alam tersebut.

Dengan semakin meningkatnya kesadaran tersebut, riset-riset ilmiah pun kini semakin banyak diarahkan pada bahan-bahan alami. Obat-obatan herbal atau jamu yang diproses secara modern dan didukung hasil riset pun semakin banyak tersedia. Beberapa puluh tahun lalu, Anda tidak dapat membayangkan sedemikian banyaknya pilihan obat herbal modern yang kini ada di pasaran.

Apa saja keunggulan menggunakan obat herbal dibandingkan obat farmasi?

1. Tidak ada efek samping
Obat herbal adalah produk alami yang ditemukan di alam dan benar-benar bebas dari semua jenis efek samping. Orang Indonesia telah berabad-abad meminum berbagai macam jamu tradisional dan belum pernah tercatat ada kasus efek samping yang mematikan. Namun Anda tetap perlu berhati-hati karena beberapa jenis jamu tradisional diproduksi tidak secara higienis dan bahkan dicampur zat-zat kimia sehingga berbahaya bagi tubuh. Dalam hal ini yang berbahaya bukan jamunya, namun kontaminasi jamur dan zat tambahannya.

2. Bebas toksin
Obat farmasi adalah racun. Anda tidak boleh mengkonsumsinya sembarangan. Obat herbal bebas racun sehingga aman dikonsumsi siapa pun, bahkan seringkali memberikan efek meluruhkan racun dalam tubuh (detoksifikasi).

3. Mudah diproduksi
Obat herbal adalah hasil pengolahan yang sederhana atas akar, umbi, buah, bunga, kulit kayu dan bagian tanaman lainnya. Kesederhanaan prosesnya membuat pengolahan obat herbal tidak memerlukan teknologi canggih dan modal riset yang besar. Banyak obat herbal yang diproduksi oleh usaha rumah tangga yang dipasarkan dari pintu ke pintu. Berkat internet, kini distribusi obat herbal semakin mudah dan mendunia.

4. Menghilangkan akar penyebab penyakit
Obat herbal tidak hanya berkhasiat menyembuhkan gejala penyakit, tetapi juga menghilangkannya hingga ke akar penyebabnya. Hal ini karena efek obat herbal bersifat holistik (menyeluruh) sehingga tidak hanya berfokus pada penghilangan penyakit tapi juga pada peningkatan sistem kekebalan tubuh untuk melawan penyakit.

5. Bisa dibeli siapa saja dan di mana saja
Siapa pun boleh membeli obat herbal di mana pun. Anda tidak perlu resep dokter atau pergi ke apotik untuk membelinya. Namun, sebaiknya Anda berkonsultasi dengan dokter bila mengkonsumsi obat herbal bersamaan dengan obat farmasi karena dikhawatirkan terjadi interaksi obat.

6. Murah
Dibandingkan dengan obat-obatan farmasi, obat herbal relatif lebih murah. Hal ini karena obat herbal tidak perlu membayar biaya paten atau dana riset yang besar. Di masa mendatang, harga obat-obatan herbal bahkan dapat jauh lebih murah bila skala produksinya lebih efisien.

7. Multi-khasiat
Obat herbal dapat digunakan untuk pengobatan lebih dari satu penyakit. Habbatussauda (jintan hitam) bisa membantu menghilangkan asam urat, diabetes, migren, kanker sampai hepatitis. Bawang putih tidak hanya bersifat antivirus namun juga menurunkan kadar kolesterol dan menguatkan jantung. Banyak sekali bahan alami lainnya yang multi-khasiat seperti itu.

Sumber : Majalah Kesehatan

Sabtu, 17 Maret 2012

Tips Pengasuhan Anak

Membesarkan anak dengan baik memang tidak mudah bagi pasangan suami-istri yang bekerja. Termasuk saya juga demikian, meskipun anak baru satu namun dengan kondisi  kami yang dua-duanya bekerja sudah barang tentu memerlukan tips dan triks dalam pengasuhan anak. Berikut ini saya postingkan mengenai Tips Pengasuhan Anak Bagi  Orang Tua Yang Bekerja. Dengan panduan berikut mudah-mudahan kita dapat menjalankan tugas sebagai orangtua dan pasangan berkarier secara seimbang.

Waktu 

Hubungan orang tua - anak yang baik memerlukan waktu yang memungkinkan mereka berkumpul secara fisik. Tidak berjam-jam. Yang penting, orangtua secara konsisten meluangkan waktu bersama anak-anak hampir setiap hari. Ketika bersama mereka, jauhkan gangguan dan konsentrasikan perhatian kita kepada mereka. Waktu adalah tonggak penyangga pengasuhan yang baik.

Jadilah pendengar yang baik

Bila anak-anak mengetahui bahwa kita benar-benar mendengarkan apa yang mereka katakan, mereka akan lebih bersemangat untuk berbagi perasaan dan pikiran. Sebaliknya, kalau orangtua merendahkan gagasan anaknya atau "rajin" mengkritik kata-katanya, anak itu akan menarik diri dan memilih lebih dekat pada teman. Karenanya, jika ingin memiliki pengaruh dalam kehidupan anak, jadilah pendengar yang baik. Mereka akan menerima bila kita membantu mereka memecahkan masalah.

Tentukan harapan yang jelas

Memberitahukan anak apa yang kita harapkan darinya akan membentuk perilaku yang baik. Jangan ragu-ragu melibatkan mereka dalam pekerjaan sehari-hari dan untuk membantu menyelesaikan tugas-tugas di lingkungan rumah. Kebanyakan anak pasti akan mengeluh. Begitu pun kita harus berusaha agar mereka senang dilibatkan. Pada anak yang berperan serta dalam urusan rumah tangga, akan tumbuh etika kerja dan umumnya ia lebih merasa menjadi bagian dari keluarga.

Jangan membiarkan rasa bersalah

Banyak orangtua merasa bersalah karena bekerja seharian di luar rumah. Sebagai kompensasinya, mereka membiarkan anak berperilaku buruk dan tidak disiplin. Orangtua yang baik adalah yang tegas. Merasa bersalah merupakan tindakan kontraproduktif.

Jangan menggantikan kasih sayang atau waktu dengan uang

Memang penting untuk mengajarkan anak-anak bagaimana mengelola uang, tetapi jangan gunakan uang sebagai pengganti waktu atau kasih sayang kita. Pesan materialistis di televisi mudah sekali merasuki anak dan membangkitkan keinginan mereka untuk membeli ini dan itu. Kita buat mereka untuk selalu berusaha bila ingin memperoleh sesuatu. Sesuatu yang diperoleh melalui bekerja akan lebih terasa nilainya.

Jangan terlalu sering gonta-ganti pengasuh 

Satu dari kebutuhan psikologis yang penting pada anak adalah bahwa ia terasuh dengan baik dan penuh kasih secara terus-menerus. Oleh karena itu kita memerlukan pengasuh. Dengan menggunakan pengasuh, kecemasan kita akan berkurang selama kita bekerja. Namun sebelum menyerahkan anak pada seorang pengasuh, berikanlah kesempatan untuk terciptanya keakraban dan kedekatan antara anak dan si calon pengasuh. Sering gonta-ganti pengasuh dapat membahayakan anak.

Kuncinya: pengawasan

Acap kali ketika ditinggalkan orangtua, anak terjerumus dalam masalah. Anak-anak tidak begitu saja tahu sejak lahir, mana perilaku baik, mana yang buruk. Mereka perlu diajari dan kemudian diawasi. Karenanya, sangatlah penting bagi orangtua untuk mengetahui di mana anaknya, sedang bersama siapa, dan sedang ngapain. Memang, anak sering mengeluh kalau ia diawasi ketat, tetapi anak-anak yang tidak diawasi juga sering merasa, orangtua tidak peduli dengan mereka.

Beri perhatian lebih saat ia baik

Kita cenderung lebih memperhatikan anak ketika mereka menjengkelkan. Sebaliknya, jauh lebih sulit untuk memperhatikan perilaku baik mreka. Jika ingin anak berperilaku baik, berilah perhatian pada hal-hal yang kita sukai dari mereka. Kalau anak merasa diabaikan, secara bawah sadar ia akan berperilaku salah untuk menarik perhatian kita. Memperhatikan mereka sewaktu mereka baik memang memerlukan usaha.

Hukuman itu untuk mendidik

Orangtua yang bekerja di luar rumah cenderung mengalami kelelahan dan mudah jengkel. Jangan pernah menghukum anak ketika kita sendiri tidak dapat mengontrol diri. Gunakan hukuman untuk mendidik, bukan untuk melampiaskan kemarahan.

Berikan teladan dalam relasi

Anak belajar berelasi dari orangtua mereka. Mereka juga merasa paling aman jika melihat orangtua saling memperlakukan pasangannya dengan baik. Maka hal terbaik yang dapat kita lakukan bagi anak-anak adalah mencintai pasangan kita.

Sumber : intisari-online.com

Minggu, 11 Maret 2012

Bronkopneumonia



Setelah postingan terdahulu mengenai Penyakit Prostat, pada kesempatan kali ini saya akan mencoba untuk memposting tentang Penyakit Bronkopneumonia.

Apa itu Bronkopneumonia ?

Bronkopneumonia adalah peradangan yang umum terjadi di paru-paru, juga disebut sebagai pneumonia bronkial, atau pneumonia lobular. Peradangan dimulai di saluran bronkial kecil (bronkiolus), dan secara tidak teratur menyebar ke alveoli peribronchiolar dan saluran alveolar. Inflamasi/ peradangan mengarah pada konsolidasi inflamasi lokal di bronkiolus serta alveoli dan sekitarnya dari paru-paru.

Penyebab Bronkopneumonia 

Sebagian besar broncho-pneumonia disebabkan oleh infeksi bakteri, terutama bakteri piogenik yang menimbulkan pneumonia supuratif. Adenovirus, virus influenza, Mycoplasma pneumoniae juga memainkan peran.

Bronkopneumonia sering terjadi pada manusia yang memiliki daya tahan tubuh rendah dan yang memiliki gangguan fungsi pertahanan saluran pernapasan. Jadi, anak-anak, orang tua dan orang sakit-sakitan atau lemah adalah populasi utama yang rentan terjangkit bronkopneumonia.

Bronkopneumonia adalah pneumonia yang paling umum pada anak.

Gejala Bronkopneumonia

Bronkopneumonia sering terjadi sekunder dari beberapa penyakit lain, seperti tracheobronchitis, bronkiektasis, emfisema, infeksi virus saluran pernapasan bagian atas, dan tirah baring lama di tempat tidur karena sakit parah. Jadi, beberapa gejala penyakit utama dengan mudah dapat menutupi gejala bronkopneumonia ini.
  • Batuk dan batuk berdahak keduanya gejala utama bronkopneumonia
  • Memiliki demam dan sesak napas
  • Bronkopneumonia parah akan menyebabkan masalah dalam sirkulasi darah, saraf, pencernaan dan sebagainya.
Pengobatan Bronkopneumonia 

Tindakan berikut ini biasanya efektif untuk setiap bronchitis dan pneumonia, seperti membersihkan udara dalam ruangan, istirahat di tempat tidur, makanan dan asupan cairan yang cukup, suplemen, latihan pernapasan.

Analgesik antipiretik adalah untuk demam. Jika pasien dengan sputum produktif, agen ekspektoran akan diberikan untuk mendorong keluarnya dahak. Jika pasien dengan batuk kering tanpa dahak, penekan batuk dapat dipertimbangkan untuk ini.

Terapi antibiotik dan terapi antiretroviral dapat digunakan untuk bronkitis dan pneumonia. Dalam hal ini program penobatan tentunya harus berdasarkan resep dokter.



Sabtu, 25 Februari 2012

Penyakit Prostat

Setelah postingan terdahulu tentang Penyakit Batu Ginjal dan juga Askep Batu Ginjal nya, pada kesempatan kali ini saya akan memposting salah satu penyakit yang juga menyerang sistem perkemihan yaitu tentang Penyakit Benigna Prostat Hipertrofi (BPH) atau Tumor jinak prostat; secara awam masyarakat umum mengenalnya dengan nama penyakit Prostat.

Pengertian
  • Benigna prostat hipertrofi adalah pembesaran progresif pada kelenjar prostat (secara umum pada pria lebih dari 50 tahun) yang menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretral dan pembatasan aliran urinarius. (Doengoes, 2000: 67)
  • Benigna prostat hipertrofi adalah pembesaran adenomateus dari kelenjar prostat (Barbara C Long, 1996)
  • Benigna prostat hipertrofi adalah pembentukan jaringan prostat yang berlebihan karena jumlah sel bertambah, tetapi tidak ganas (Depkes 1999, hal 108)
  • Benigna prostat hipertrofi adalah hiperflasi peri uretral yang merusak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah (Syamsuhidayat, Jong. 1997: 1058)
Etiologi
  • Penyebab BPH belum jelas namun terdapat faktor resiko umur dan hormon enstrogen (Mansjoer, 2000 hal 329).
  • Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperflasia prostat tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperflasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar Dehidrotesteron (DHT) dan proses aging (menjadi tua).
            Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperflasia prostat adalah:
1.      Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan estrogen pada usia lanjut
2.      Peranan dari growth factor sebagai pemicu pertumbuhan stoma kelenjar prostat
3.      Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang mati
4.   Teori sel stem menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel stem sehingga menebabkan menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel kelenjar prostat menjadi kelenjar prostat menjadi berlebihan (poenomo, 2000, hal 74-75)

  • Penyebab BPH tidak diketahui, tapi tampaknya terdapat kaitan dengan perubahan derajat hormon yang dialami dalam proses lansia. (Barbara C Long, 1999: 32)
PATOFISIOLOGI
            BPH sering terjadi pada pria yang berusia 50 tahun lebih, tetpai perubahan mikroskopis pada prostat sudah dapat ditemukan pada usia 30-40 tahun. Penyakit ini dirasakan tanpa ada gejala. Beberapa pendapat mengatakan bahwa penyebab BPH ada keterkaitan dengan adanya hormon, ada juga yang mengatakan berkaitan dengan tumor, penyumbatan arteri, radang, gangguan metabolik/ gangguan gizi. 


Hormonal yang diduga dapat menyebabkan BPH adalah karena tidak adanya keseimbangan antara produksi estrogen dan testosteron. Pada produksi testosteron menurun dan estrogen meningkat. Penurunan hormon testosteron dipengaruhi oleh diet yang dikonsumsi oleh seseorang, mempengaruhi RNA dalam inti sel sehingga terjadi proliferasi sel prostat yang mengakibatkan hipertrofi kelenjar prostat maka terjadi obstruksi pada saluran kemih yang bermuara di kandung kemih. Untuk mengatasi hal tersebut maka tubuh mengadakan oramegantisme yaitu kompensasi dan dekompensasi otot-otot destruktor. Kompensasi otot-otot mengakibatkan spasme otot spincter kompensasi otot-otot destruktor juga dapat menyebabkan penebalan pada dinding vesika urinaria dalam waktu yang lama dan mudah menimbulkan infeksi.

            Dekompensasi otot destruktor menyebabkan retensi urine sehingga tekanan vesika urinaria meningkat dan aliran urine yang seharusnya mengalir ke vesika urinaria mengalami selek ke ginjal. Di ginjal yang refluks kembali menyebabkan dilatasi ureter dan batu ginjal, hal ini dapat menyebabkan pyelonefritis. Apabila telah terjadi retensi urine dan hidronefritis maka dibutuhkan tindakan pembedahan insisi. Pada umumnya penderita BPH akan menderita defisit cairan akibat irigasi yang digunakan alat invasif,bagi penderita juga dirasakan adanya penegangan yang menimbulkan nyeri luka post operasi pembedahan juga dapat menimbulkan infeksi dan peradangan yang menimbulkan disfungsi seksual apabilla tidak dilakukan perawatan dengan menggunakan teknik septik dan aseptik.

Manifestasi Klinik
            Gejala-gejala pembesaran prostat jinak dikenal sebagai lower urinary Tract Symtoms (LUTS) dibedakan menjadi gejala iritatif dan gejala obstruktif.
1.      Gejala iritatif
      Yaitu sering miksi (frekuensi), terbangun untuk miksi pada malam hari (nokturia), perasaan ingin miksi yang mendesak (urgensi), nyeri pada saat miksi (disuria)
2.      Gejala Obstruktif
Yaitu pancaran melemah, rasa tidak lampias sehabis miksi, kalau mau miksi menunggu lama (hesistensi), harus mengejan (straining) kencing terputus-putus (intermittency) dan waktu miksi memanjang yang akhirnya menjadi retensi urine dan inkontinensia karena overlow.
Tanda dan gejala pada pasien yang telah lanjut penyakitnya yaitu gagal ginjal, peningkatan tekanandarah denyut nadi, respirasi. Tanda dan gejala dapat dilihat dari stadiumnya
a.   Stadium I
Ada obstruksi tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine sampai habis
b.   Stadium II
 Ada retensi urine tapi kandung kemih masih mampu mengeluarkan urine walaupun tidak sampai habis, masih tersisi 50-150 cc
   Ada rasa tidak enak pada waktu BAK (disuria)
    Nokturia
c.   Stadium III
Urine selalu tersisa 150 cc atau lebih
d.   Stadium IV
Retensi Urine total buli-buli penuh, pasien kesakitan, urine menetes secar periodik. (Depkes, 1996, hal 109)
Untuk mengukur besarnya BPH dapat dipakai berbagai pengukuran, yaitu:
a.   Rectal Grading
Dengan rectal toucher diperkirakan seberapa prostat menonjol ke dalam lumen dari rectum. Rectal toucher sebaiknya dilakukan dengan buli-buli kosong karena bila penuh dapat membuat kesalahan. Gradasi ini sebagai berikut:
0-1 cm . . . . . . . grade 0
1-2 cm . . . . . . . grade 1
2-3 cm . . . . . . . grade 2
3-4 cm . . . . . . . grade 3
 >4 cm . . . . . . . grade 4
b.   Clinical Granding
Pada pengukuran ini yang menjadi patokan adalah banyaknya sisa Urine
Sisa urine           0 cc . . . . . . . . . . . . . . . normal
Sisa urine      0-50 cc . . . . . . . . . . . . . . . grade 1
Sisa urine 50-150 cc . . . . . . . . . . . . . . . grade 2
Sisa urine    >150 cc . . . . . . . . . . . . . . . grade 3
Sama sekali tidak bisa kencing . . . . . . . grade 4

Komplikasi
Apabila buli-buli menjadi dekompensasi akan terjadi retensi urine karena produksi terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urine sehingga tekanan intravisiko meningkat dapat menimbulkan hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal tercepat terjadi jika infeksi karena selalu terdapat sisa urine dapat terbentuk batu endapan dalam buli-buli. Batu ini dapat menambah keluahan iritasi dan menimbulkan hematuria serta dapat juga menimbulkan sistitis dan bila terjadi reflek dapat terjadi pyelonefritis. Pada waktu miksi pasien harus mengejan sehingga lama kelamaan dapat menyebabkan hernia atau hemoroid.

Pemeriksaan Penunjang
1.   Pemeriksaan Laboratorium
         Analisis Urine pemeriksaan mikroskopis urine untuk melihat adanya lekosit, bakteri dan infeksi
         Elektrolit, kadar ureum, kreatinin darah untuk fungsi ginjal dan status metabolik
         Pemeriksaan PSA (Prostat Spesifik Antigen) dilakukan sebagai dasar penentuan paknya biopsi atau sebagai deteksi dari keganasan
         Darah lengkap
         Leukosit
         Blooding time
         Liver fungsi
2.   Pemeriksaan Radiologi
         Foto polos abdomen
         Prelograf intravena
         USG
         Sistoskopi

Penatalaksanaan
a.   Observasi
b.   Terapi medika mentosa (penghambat Adrenergik ?, penghambat enzim 5-?-reduktase, fisioterapi)
c.   Terapi bedah dan terapi infasiv

Untuk Pengobatan Penyakit Prostat Secara Alami (Herbal) Anda bisa membeli nya di SINI

Kamis, 23 Februari 2012

Askep TBC

Setelah postingan terdahulu tentang penyakit TBC. Kali ini saya akan memposting tentang Askep Pada Pasien Dengan TBC.

Tuberkulosis adalah penyakit yang dapat menyebar dengan mudah tanpa tindakan pencegahan yang tepat. Perawatan yang memadai dari pasien TBC sangatlah penting untuk mencegah penyebarannya.

Tuberkulosis atau TBC disebabkan oleh bakteri dan merupakan penyakit menular. Hal ini ditularkan dari orang ke orang melalui udara. Meskipun lebih sering yang terkena adalah paru-paru, namun TBC juga dapat mempengaruhi bagian lain dari tubuh. Gejala TBC meliputi:
  • kelelahan
  • anoreksia
  • demam ringan
  • keringat malam
  • demam dan menggigil
  • batuk
  • dan nyeri dada
Pasien dengan TBC menunjukkan tanda-tanda dan gejala tertentu. Selama pengkajian keperawatan, perawat mencoba untuk mencari data-data berikut ini:
  • apakah pasien telah memiliki riwayat kontak dengan seseorang yang memiliki TB;
  • apakah pasien memiliki gejala TBC dengan mengajukan pertanyaan dan melakukan pemeriksaan fisik. apakah ada tanda-tanda batuk produktif, keringat malam, peningkatan suhu pada siang hari, penurunan berat badan dan nyeri dada. Lakukan auskultasi paru-paru pasien untuk mendengar bunyi pernapasan yang abnormal.
  • Jika pasien sudah menjalankan terapi obat untuk TBC, perawat menilai tanda-tanda kelainan hati seperti kelelahan, nyeri sendi, demam, nyeri di daerah hati, tinja berwarna tanah liat, urin berwarna gelap, perubahan visi, dan kehilangan rasa di tangan dan kaki. Pantau pula tes fungsi hati  laboratorium  pasien.
Diagnosa Keperawatan Untuk Tuberkulosis
Diagnosis keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respon pasien terhadap masalah medis yang dalam hal ini adalah tuberkulosis. Diagnosis keperawatan untuk pasien dengan TBC adalah sebagai berikut:
  • risiko infeksi yang berhubungan dengan penyakit TBC paru
  • pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan penurunan volume paru-paru dan infeksi paru
  • tidak efektifnya regimen terapeutik berhubungan dengan pengobatan jangka panjang dan kurangnya motivasi
  • gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelelahan, kurang nafsu makan, dan batuk produktif.
Intervensi Keperawatan untuk Risiko Infeksi
Tujuan : untuk mengurangi resiko penyebaran TBC dan memastikan pasien tuberkulosis secara efektif diobati.  
Intervensi Keperawatan :
  • Ajarkan pasien tentang sifat menular tuberkulosis dan kebutuhan untuk mencegah penyebarannya.
  • Tempatkan pasien di ruangan tekanan negatif dan dalam kamar pribadi.
  • Semua perawat dan pengunjung memasuki ruang pasien harus memakai masker N-95.
  • Kenakan masker pada pasien selama transportasi ke departemen lain.
  • Biarkan pintu  ruang pasien untuk selalu tertutup dan berikan tanda isolasi di lokasi yang terlihat dekat pintu.
  • Gunakan kewaspadaan standar saat memberikan pelayanan langsung kepada pasien. Ini termasuk memakai sarung tangan, baju dan mencuci tangan yang efektif.
  • Ajarkan pasien bagaimana untuk menghindari penyebaran penyakit melalui bersin atau batuk dan anjurkan untuk menggunakan tissue bukan dengan tangan kosong, mencuci tangan mereka setelahnya dan membuang tissue belas ke dalam kantong plastik tertutup.
  • Ajarkan pasien tuberkulosis untuk tinggal di daerah berventilasi baik dan membatasi kontak dengan orang lain sementara ia masih mampu menyebarkan infeksi.
Intervensi Keperawatan  untuk Pola Pernapasan yang tidak efektif
Pasien dengan TBC mungkin perlu bekerja lebih keras untuk bernapas karena batuk, atau demam tinggi. Pola pernapasan tidak efektif meliputi frekuensi nafas yang lebih cepat atau lebih lambat, penggunaan otot bantu nafas dan peningkatan denyut jantung. 

Intervensi Keperawatan :
  • Berikan oksigen sesuai advis dokter
  • Berikan hidrasi yang adekuat untuk melonggarkan sekret agar lebih mudah dikeluarkan dari paru-paru
  • Posisikan pasien dalam posisi fowlers tinggi untuk mengurangi kerja yang diperlukan untuk bernapas.
  • Dorong dan memberikan waktu istirahat sehingga pasien tuberkulosis dapat memiliki energi untuk bernapas.
Intervensi Keperawatan untuk gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelelahan, kurang nafsu makan, dan batuk produktif.
Nutrisi yang tepat diperlukan untuk tubuh untuk menyembuhkan dan melawan infeksi. 
  • jelaskan pentingnya makanan bergizi, 
  • pantau berat badan pasien untuk perbaikan atau pemeliharaan, 
  • beriakan suplemen vitamin seperti yang ditentukan  
  • sediakan makan porsi kecil tapi sering
Intervensi Keperawatan untuk diagnosa tidak efektifnya regimen terapeutik berhubungan dengan pengobatan jangka panjang dan kurangnya motivasi
Hal ini penting bagi pasien TB untuk menebus dan meminum obat yang diresepkan. Kegagalan untuk melakukan hal ini dapat menyebabkan resisten terhadap obat tuberkulosis. Hal ini akan membuat pasien TBC sulit disembuhkan. Untuk meningkatkan kepatuhan terhadap rejimen obat untuk TB yang bisa sangat panjang, perawat melakukan berikut ini:
  • mengajarkan pasien tentang pentingnya mengambil semua obat yang diresepkan karena bakteri yang menyebabkan TBC tumbuh lambat dan membutuhkan waktu lama untuk dihilangkan.
  • menjelaskan tentang efek samping yang mungkin timbul dari obat TB sehingga mereka tahu kapan harus mencari perawatan dokter dan kapan tidak perlu khawatir.
  • anjurkan untuk menunjuk seorang pendamping terapi yang melakuakn pengamatan langsung, di mana seseorang akan melihat pasien TBC mengambil dan meminum obat mereka seperti seharusnya.

Jika semua tujuan perawatan untuk manajemen keperawatan tuberkulosis terpenuhi, pasien TB harus bebas dari demam dan bisa bernapas dengan normal, memiliki pengetahuan dan strategi pencegahan infeksi yang baik, menjaga berat badan nya dan mengambil serta meminum semua obat yang diresepkan.


Copyright 2011
Cara Merawat Wajah

Powered by
Free Blogger Templates