Rabu, 06 Oktober 2010

LANSIA DENGAN SOSIAL KULTUR

Gangguan Sosial - kultur wadalah suatu tindakan melepaskan diri, baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri), ganggual Sosial - kultur sebagai pola tingkah laku terhadap terdapat secara umum di klinik pada berbagai pasien dan bukan pada pasien dengan gangguan jiwa. BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gangguan Sosial - kultur wadalah suatu tindakan melepaskan diri, baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri), ganggual Sosial - kultur sebagai pola tingkah laku terhadap terdapat secara umum di klinik pada berbagai pasien dan bukan pada pasien dengan gangguan jiwa. Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia. Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain.
Menurut Setiawan (1973), timbulnya perhatian pada orang-orang usia lanjut dikarenakan adanya sifat-sifat atau faktor-faktor khusus yang mempengaruhi kehidupan pada usia lanjut. Lansia merupakan salah satu fase kehidupan yang dialami oleh individu yang berumur panjang. Lansia tidak hanya meliputi aspek biologis, tetapi juga psikologis dan sosial. Menurut Laksamana (1983:77), perubahan yang terjadi pada lansia dapat disebut sebagai perubahan `senesens` dan perubahan senilitas.
Perubahan `senesens adalah perubahan-perubahan normal dan fisiologik akibat usia lanjut. Perubalian senilitas adalah perubahan-perubahan patologik permanent dan disertai dengan makin memburuknya kondisi badan pada usia lanjut. Sementara itu, perubahan yang dihadapi lansia pada amumnya adalah pada bidang klinik, kesehatan jiwa dan problema bidang sosio ekonomi. Oleh karma itu lansia adalah kelompok dengan resiko tinggi terhadap problema fisik dan mental.
Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lansia sangat perlu ditekankan pendekatan yang dapat mencakup sehat fisik, psikologis, spiritual dan sosial. Hal tersebut karena pendekatan dari satu aspek saja tidak akan menunjang pelayanan kesehatan pada lansia yang membutuhkan suatu pelayanan yang komprehensif.
Usia lansia bukan hanya dihadapkan pada permasalahan kesehatan jasmaniah saja, tapi juga permasalahan gangguan mental dalam menghadapi usia senja. Lansia sebagai tahap akhir dari siklus kehidupan manusia, sering diwarnai dengan kondisi hidup yang tidak sesuai dengan harapan. Banyak faktor yang menyebabkan seorang mengalami gangguan mental seperti Gangguan Sosial - kultur.
Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia. Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut :
- Penurunan kondisi fisik
- Penurunan fungsi dan potensi seksual
- Perubahan aspek psikososial
- Perubahan yang berkaitan dengan pekcrjaan
- Perubahan dalam peran sosial di masyarakat.

B. Tujuan
Agar mahasiswa/wi lebih memahami dan mengerti tentang askep lansia dengan gangguan Sosial - kultur dan dapat diterapkan dalam praktek keperawatan serta bertindak secara professional.





BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Gangguan Sosial - kultur adalah suatu tindakan melepaskan diri, baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri), ganggual Sosial - kultur sebagai pola tingkah laku terhadap terdapat secara umum di klinik pada berbagai pasien dan bukan pada pasien dengan gangguan jiwa.
Dunia merupakan alam yang tidak menyenangkan, sebagai usaha untuk melindungi diri, pasien menjadi pasif dan kepribadiannya semakin kaku. Pasien semakin tidak dapat melibatkan diri dalam situasi yang baru, hal ini menyebabkan ia mengembangkan rasionalisasi dan mengaburkan realita dari pada mencari penyebab kesulitan serta menyesuaikan diri dengan kenyataan.
Dengan adanya hambatan pada perkembangan kepribadian, beberapa individu cenderung tidak mempunyai hubungan lagi dengan kenyataan pada masa pubertas atau dewasa muda yang diikuti dengan kemunduran yang progresif sifatnya.
Pada mulanya pasien merasa dirinya tidak berharga lagi sehingga merasa tidak aman dalam berhubungan dengan orang lain, biasanya pasien dari lingkungan yang penuh dengan permasalahan, ketegangan, kecemasan, dimana tidak mungkin mengembangkan kehangatan emosional dalam hubungan yang positif dengan orang lain.
Keadaan ini mungkin timbul sebagai reaksi pada masa kritis yang berlangsung sementara dan dimanifestasikan dengan tingkah laku yang bermacam macam yang menandakan adanya usaha pertahanan pada situasi yang gawat, pembatasan hubungan dengan dunia luar dan reaksi yang terbatas terhadap rangsangan dari luar.

B. Gejala Gangguan Sosial - kultur
Pada umumnya tidak ada orang yang murni introvert atau extrovert, tidak semua yang introvert itu abnormal seperti halnya tidak semua yang extrovert itu normal. Pengertian normalitas seseorang tergantung pada bagaimana individu itu mampu menilai dirinya sendiri, kemampuannya berfungsi secara intelektual, fisik dan emosional serta menilai dunia luar dan menentukan batasan hubungan dunia luar dengan dirinya sendiri.
Gejala ganggual Sosial - kultur sebagai akibat regresi antara lain :
1. Cara berfikir yang autistik, seperti anak-anak yang beranggapan bahwa antara dirinya dengan dunia luar tidak ada batas dan segala sesuatu itu mempunyai arti.
2. Tidak dapat mengendalikan tingkah lakunya padahal seharusnya dapat dikoreksi dengan adanya pengaruh realitas.
3. Tidak mampu membedakan simbol yang biasa dipakai oleh masyarakat.
Secara tiba-tiba dapat terjadi tingkah laku yang kacau yang ditandai dengan sikap dungu (sipliness) mengerikan (grimaces), sikap tubuh tertentu, waham dan halusinasi.

C. Perawatan Pasien
Sebagai perawat dengan pasien ganggual Sosial - kultur harus bertanggung jawab atas pemeliharaan kesehatan dasar, menumbuhkan kepercayaan dan mencari sebab mengapa pasien Gangguan Sosial - kultur dari realitas ini dan membantunya berpartisipasi dalam pemeliharaan kesehatannya, mengadakan hubungan interpersonal dengan orang lain dan hidup bermasyarakat.
Tindakan perawatan yang harus dilakukan yaitu :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Perawatan pasien dengan ganggual Sosial - kultur harus didasari pada pendidikan kembali tentang persepsi diri serta hubungannya dengan orang lain, ia harus dapat menerima dirinya sendiri seperti apa adanya, menghilangkan sikap negatif dirinya dan membentuk kembali persepsinya, untuk ini diperlukan lingkungan yang khusus yang menunjang prosese perawatan.
2. Menciptakan hubungan interpersonal
Memegang dan meningkatkan hubungan interpersonal tidaklah mudah dan memakan waktu yang lama, perawat hendaknya mengamati dan mencoba mengadakan hubungan walaupun secara nonverbal, duduk disamping pasien, senyum dan menunjukkan sikap yang hangat dan bersahabat bila berada didekat pasien.
Bila sudah ada reaksi yang positif atau kehadiran perawat, usahakan untuk memeulai komunikasi verbal, pasien diajak berkomunikasi melalui sarana yang ada, misalnya permainan, gunakan kata kata yang sederhana yang mudah dimengerti selama berbicara dengan pasien karena perhatian dan minat pasien terganggu dengan disertai gangguan asosiasi.
3. Perawatan fisik
Pasien diajak merawat dirinya dengan cara yang tidak menakutkan dan membantu dalam berpenampilan pada pasien, kebersihan diri pasien, perhatikan juga makan dan minum pasien agar kebutuhan pokok pasien cukup terpenuhi.
Dalam mengajak pasien merawat fisiknya, perawat sebaiknya menggunakan kata kata yang persuasive tapi instruktif.
4. Melaksanakan program terapi dokter
Dalam memberikan obat pada pasien hendaknya perawat menjelaskan terlebih dahulu dengan pasien dengan sikap yang tenang.
5. Melindungi pasien
Perawat melindungi pasien pada saat pasien secara tiba tiba menyerang lingkungan dan melukai diri sendiri, karena pasien dipengaruhi oleh waham dan halusinasinya
6. Rekreasi
Pasien perlu untuk diberikan kesenangan pada pasien, mengalihkan perhatian, menyalurkan dorongan agresif dan ketegangan emosional serta memumpuk hubungan dengan orang lain.
7. Mengganti latar belakang dan permasalahan serta membantu mengatasi masalahnya
Usahakan untuk mengetahui bagaimana latar belakang pasien secara mendalam dan menggali permasalahan yang ada agar dapat membantu mengatasi masalahnya, bersama pasdien carilah jalan keluar yang terbaik dan pasien diberi dorongan untuk mencoba melaksanakannya.
8. Mengadakan hubungan dengan keluarga
Keluarga merupakan masyarakat sehingga apa yang dialami oleh pasien mempengaruhi sikap pasien secara menyeluruh, keluarga harus dilibatkan dan diajak mengenal pasien secara lebih mendalam sehingga mengetahui apa yang seharusnya dilakukan agar dapat menolong pasien.

D. Batasan Karakteristik
- Pengungkapan diri negatif
- Ekspresi malu atau rasa bersalah
- Ketidak mampuan untuk menentukan tujuan
- Ragu ragu
- Buruknya pemecahan masalah
- Perilaku penyalahgunaan diri (pengerusakan, usaha bunuh diri, menggigit kuku dan penyalahgunaan zat
- Menolak untuk mencoba sesuatu yang baru
- Merasa bersalah
- Hipersensitivitas terhadap kritik ringan
- Penuh rata rata yang muluk
- Menunjukkan tanda depresi
- Mengingkari masalah masalah nyata

E. Pengkajian
Pengumpulan data yang dilakukan oleh perawat meliputi perilaku yang objektif dan teramati serta bersifat subjektif.
Perilaku yang berhubungan dengan harga diri rendah
- Menarik diri secara sosial
- Mudah tersinggung \ marah yang berlebihan
- Selalu berusaha bersalah
- Adanya perasaan tidka mampu
- Mengkritik diri sendiri dan atau orang lain
- Gangguan dalam berhubungan
- Pandangan hidup yang pesimis
Pengkajian yang harus dilakukan meliputi ;
1. Identitas klien
2. Keluhan utama / alasan masuk
3. Faktor presdiposisi
4. Askep fisik / biologi
5. Askep psikososial
- Genogram
- Konsep diri
- Citra tubuh
- Identitas
- Peran
- Harga diri
6. Status mental
- Penampilan
- Pembicaraan
- Aktivitas motorik
- Alam perasaan
- Interaksi selama wawancara
- Persepsi
- Proses Pikir
- Tingkat Kesadaran
7. Kebutuhan persiapan pulang
8. Mekanisme koping
9. Masalah psikososial dan lingkungan
10. Pengetahuan
11. Aspek medik

F. Diagnosa Keperawatan
1. Distres spritual kecendrungan melakukan bunuh diri berhubungan dengan Gangguan Sosial - kultur
2. Gangguan komunikasi berhubungan dengan prilaku Gangguan Sosial - kultur
3. Tidak efektifnya koping individu berhubungan dengan kurangnya percaya pada orang lain

G. Rencana Keperawatan
1. DX. I
Tujuan : Klien mendekatkan diri dengan Allah dan berdoa dalam kesembuhannya.
Intervensi :
- Hindari klien menghabiskan waktu dalam ruangan seorang diri
- Anjurkan pada pasien untuk selalu berdoa demi kesembuhannya
- Adakan pendekatan secara individual dengan klien
Rasionalisasi :
- Diharapkan dapat mencegah klien terbiasa dengan sendirinya
- Diharapkan dengan mendekatkan diri kepada Allah, pasien dapat iklhas dalam menerima keadaan dirinya dan memiliki keyakinan akan kesembuhannya
- Diharapkan klien mau menerima kehadiran seorang perawat.
2. DX. II
Tujuan : Klien dapat berkomunikasi dengan baik pada keluarga dan perawat
Intervensi :
- Adakan pendekatan individual
- Beri kesempatan untuk bercerita
- Dorong pasien untuk berkomunikasi secara verbal
- Ciptakan komunikasi satu arah
- Beri kesempatan klien untuk berfikir sejenak
Rasional :
- Dengan mengadakan pendekatan secara individual diharapkan klien mau lebih terbuka dan percaya pada perawat
- Diahrapkan mampu mengekpresikan perasaannya
- Diharapkan mampu berkomunikasi yang baik dengan orang lain
- Diharapkan klien mendapat sambutan dari klien
- Diharapkan klien mendapat dan membuka pikiran klien

3. DX. III
Tujuan : Klien dapat membina hubungan saling percaya dengan orang lain.
Intervensi :
- Adakah pendekatan secara individual
- Gali permasalahan klien
- Terima penolakan pasien tanpa mengasingkannya
- Lakukan program terapi dokter
Rasionalisasi :
- Diharapkan klien mau menerima kehadiran perawat
- Diharapkan perawat mengetahui masalah yang dihadapi klien dan diharapkan dapat membantu dan mengatasinya
- Diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan dalam berhubungan yang akan membawa klien merubah kebiasaannya
- Diharapkan dapat membantu mempercepat mengatasi masalahnya.




BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Usia lansia bukan hanya dihadapkan pada permasalahan kesehatan jasmaniah saja, tapi juga permasalahan gangguan mental dalam menghadapi usia senja. Lansia sebagai tahap akhir dari siklus kehidupan manusia, sering diwarnai dengan kondisi hidup yang tidak sesuai dengan harapan. Banyak faktor yang menyebabkan seorang mengalami gangguan mental seperti Gangguan Sosial - kultur.
Gangguan Sosial - kultur adalah suatu tindakan melepaskan diri, baik perhatian maupun minatnya terhadap lingkungan sosial secara langsung (isolasi diri), ganggual Sosial - kultur sebagai pola tingkah laku terhadap terdapat secara umum di klinik pada berbagai pasien dan bukan pada pasien dengan gangguan jiwa.

B. Saran
Hendaknya perawat lebih meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam memberi pendidikan kesehatan dan asuhan keperawatan agar dapat memperkuat peran perawat sebagai advokat pasien.

DAFTAR PUSTAKA

Pedoman Perawatan Psikiatrik , Direktorat Kesehatan Jiwa, Jakarta, 1983

Resumen Prilaku Gangguan Sosial - kultur, Pendidikan Ahli Madya Keperawatan, Jambi, 1996

Pedoman Penggolongan dan Diagnosa Gangguan Jiwa di Indonesia, Cetakan Pertama, Jakarta, 1993

www.


KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis memanjatkan syukur kehadirat Alah SWT yang telah memberikan kepada penulis kesehatan lahir dan bathin sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini dengan judul Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sosial - Kultur.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan dimasa yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para perawat paa khususnya dan pembaca pada umumnya.


Jambi, Oktober 2010


Penulis


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 3

BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian 4
B. Gejala Gangguan Sosial kultur 5
C. Perawatan Pasien 5
D. Batasan Karakteristik 7
E. Pengkajian 7
F. Diagnosa Keperawatan 8
G. Rencana Keperawatan 9

BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan 13
B. Saran 13

DAFTAR PUSTAKA 14


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Copyright 2011
Cara Merawat Wajah

Powered by
Free Blogger Templates